Menggempur Akar Premanisme: Kekuatan Masyarakat sebagai Pilar Keamanan Bersama
Premanisme, dalam berbagai bentuknya, adalah ancaman nyata bagi ketenteraman dan stabilitas sosial. Dari pungutan liar, pemaksaan, intimidasi, hingga tindak kekerasan, praktik premanisme merusak sendi-sendi perekonomian, menciptakan ketakutan, dan menghambat kemajuan. Seringkali, pemberantasan premanisme dianggap semata-mata tugas aparat penegak hukum. Namun, pandangan ini kurang lengkap. Sesungguhnya, peran serta aktif masyarakat adalah pilar fundamental yang tak tergantikan dalam upaya menciptakan lingkungan yang bebas dari cengkeraman premanisme.
Masyarakat, sebagai subjek sekaligus objek keamanan, memiliki kekuatan kolektif yang dahsyat jika digerakkan secara sinergis. Berikut adalah beberapa peran strategis yang dapat dimainkan masyarakat dalam mendukung pemberantasan premanisme:
1. Mata dan Telinga Aparat: Pelaporan dan Informasi Akurat
Premanisme seringkali bersembunyi di balik ketakutan dan keengganan korban untuk melapor. Masyarakat adalah pihak pertama yang mengetahui atau menyaksikan praktik premanisme di lingkungannya. Keberanian untuk melaporkan kejadian, sekecil apa pun, kepada pihak berwajib adalah langkah krusial. Laporan yang akurat dan tepat waktu, disertai bukti jika memungkinkan, menjadi modal awal bagi aparat untuk melakukan penyelidikan dan penindakan. Penting bagi aparat untuk menjamin kerahasiaan pelapor guna menumbuhkan kepercayaan dan menghilangkan kekhawatiran akan retaliasi.
2. Membangun Lingkungan Anti-Preman: Pencegahan Aktif
Premanisme akan sulit tumbuh subur di lingkungan yang solid dan berani menolak. Masyarakat dapat menciptakan benteng sosial dengan:
- Menolak Pungutan Liar: Berani menolak setiap bentuk pungutan atau iuran yang tidak jelas dasar hukumnya adalah bentuk perlawanan pasif yang efektif. Solidaritas antarwarga untuk tidak memberi ruang bagi praktik ini akan melemahkan ekonomi preman.
- Pengawasan Lingkungan: Mengaktifkan kembali sistem keamanan lingkungan (Siskamling), patroli warga, atau sekadar meningkatkan kepedulian terhadap aktivitas mencurigakan di sekitar tempat tinggal. Lingkungan yang aktif mengawasi akan menjadi tempat yang tidak nyaman bagi preman.
- Solidaritas Warga: Membangun ikatan sosial yang kuat, saling peduli, dan berani bersuara bersama ketika ada anggota masyarakat yang menjadi korban. Preman akan berpikir dua kali jika berhadapan dengan komunitas yang bersatu.
3. Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial: Menumpas Akar Masalah
Premanisme seringkali lahir dari kemiskinan, pengangguran, dan minimnya akses terhadap pendidikan atau keterampilan. Masyarakat, melalui inisiatif kolektif atau bekerja sama dengan pemerintah daerah, dapat:
- Menciptakan Peluang: Menginisiasi program pelatihan keterampilan, koperasi usaha mikro, atau sentra kegiatan ekonomi kreatif yang melibatkan pemuda rentan. Memberi mereka pekerjaan dan kegiatan positif akan mengalihkan potensi mereka dari dunia premanisme.
- Reintegrasi Sosial: Memberikan dukungan bagi mantan narapidana atau individu yang ingin lepas dari jerat premanisme agar dapat kembali berintegrasi ke masyarakat melalui pekerjaan atau kegiatan sosial.
4. Edukasi dan Penanaman Nilai Moral:
Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Keluarga, sekolah, tokoh masyarakat, dan tokoh agama memiliki peran vital dalam menanamkan nilai-nilai anti-kekerasan, kejujuran, integritas, dan penghormatan terhadap hukum sejak dini. Masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai luhur akan lebih resisten terhadap bujuk rayu atau intimidasi premanisme.
5. Sinergi dengan Aparat Penegak Hukum:
Keberhasilan pemberantasan premanisme sangat bergantung pada terbangunnya kepercayaan dan kerja sama antara masyarakat dan aparat. Masyarakat harus melihat polisi bukan hanya sebagai penindak, tetapi juga sebagai mitra dan pelindung. Aparat juga perlu proaktif membuka jalur komunikasi, menanggapi laporan dengan serius, dan hadir di tengah masyarakat. Forum komunikasi antara masyarakat dan kepolisian (seperti Polisi RW atau Bhabinkamtibmas) perlu dioptimalkan sebagai wadah dialog dan solusi bersama.
Kesimpulan
Pemberantasan premanisme bukanlah misi yang bisa diemban oleh satu pihak saja. Ini adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh lapisan masyarakat. Dengan keberanian melapor, membangun lingkungan yang solid dan anti-preman, memberdayakan ekonomi, menanamkan nilai moral, serta bersinergi dengan aparat, masyarakat memegang kunci utama untuk menggempur akar premanisme. Ketika masyarakat bersatu dan berdaya, lingkungan yang aman, damai, dan sejahtera bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan yang dapat diwujudkan bersama.