Merajut Asa, Menembus Batas: Evaluasi Kritis Kebijakan Kartu Prakerja dalam Mengurangi Pengangguran
Pandemi COVID-19 telah mengubah lanskap ketenagakerjaan global secara drastis, menyebabkan lonjakan angka pengangguran dan memperparah tantangan yang sudah ada sebelumnya, seperti kesenjangan keterampilan (skill gap). Menanggapi kondisi ini, pemerintah Indonesia meluncurkan program Kartu Prakerja pada tahun 2020. Lebih dari sekadar bantuan sosial, program ini dirancang sebagai skema ganda: pelatihan peningkatan keterampilan (upskilling dan reskilling) dan insentif tunai untuk menjaga daya beli. Namun, seberapa efektifkah kebijakan ini dalam merajut asa dan menembus batas pengangguran di Indonesia?
Latar Belakang dan Tujuan Ganda Kartu Prakerja
Kartu Prakerja hadir sebagai respons cepat terhadap krisis ekonomi dan ketenagakerjaan akibat pandemi. Program ini menargetkan para pencari kerja, pekerja yang terdampak PHK, serta pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM) yang ingin meningkatkan kompetensi. Tujuan utamanya adalah:
- Peningkatan Kompetensi: Membekali peserta dengan keterampilan baru atau meningkatkan keterampilan yang sudah ada agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini dan masa depan.
- Jaring Pengaman Sosial: Memberikan insentif finansial sebagai bentuk dukungan sementara untuk membantu peserta dan keluarganya bertahan di masa sulit.
Melalui platform digital, peserta dapat memilih berbagai pelatihan daring dari mitra penyedia, mulai dari keterampilan digital, manajemen bisnis, hingga keahlian teknis. Setelah menyelesaikan pelatihan dan mengisi survei evaluasi, peserta menerima insentif tunai.
Dampak Positif: Secercah Harapan di Tengah Tantangan
Dalam perjalanannya, Kartu Prakerja telah menunjukkan beberapa dampak positif yang signifikan:
- Jangkauan Luas dan Inklusif: Program ini berhasil menjangkau jutaan peserta dari berbagai latar belakang dan wilayah, termasuk mereka yang sebelumnya memiliki akses terbatas ke pelatihan berkualitas. Platform digitalnya memungkinkan fleksibilitas dan aksesibilitas yang tinggi.
- Peningkatan Keterampilan dan Kepercayaan Diri: Banyak peserta melaporkan adanya peningkatan keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan industri. Survei internal menunjukkan peningkatan kepercayaan diri peserta untuk mencari pekerjaan atau memulai usaha. Beberapa di antaranya bahkan berhasil mendapatkan pekerjaan atau mengembangkan usaha setelah mengikuti pelatihan.
- Literasi Digital: Keterlibatan dalam program ini secara tidak langsung meningkatkan literasi digital peserta, mulai dari proses pendaftaran daring hingga mengikuti pelatihan via platform digital, yang merupakan keterampilan esensial di era digital.
- Dukungan Ekonomi Sementara: Insentif tunai yang diberikan memang berperan sebagai jaring pengaman sosial yang vital, membantu sebagian masyarakat mempertahankan daya beli di tengah gejolak ekonomi.
Tantangan dan Kritik: Mengurai Benang Kusut Efektivitas
Meskipun memiliki potensi besar, implementasi Kartu Prakerja tidak luput dari berbagai tantangan dan kritik yang perlu dievaluasi secara mendalam:
- Kualitas dan Relevansi Pelatihan: Salah satu kritik utama adalah variasi kualitas pelatihan. Beberapa pelatihan dinilai kurang relevan dengan kebutuhan pasar kerja riil atau materinya dapat diakses secara gratis di platform lain. Evaluasi mendalam terhadap kurikulum dan hasil belajar peserta perlu terus dilakukan.
- Efektivitas dalam Pengurangan Pengangguran Struktural: Meskipun ada peserta yang berhasil mendapat pekerjaan, masih menjadi pertanyaan besar seberapa jauh program ini mampu mengatasi masalah pengangguran struktural yang lebih dalam, seperti ketidakcocokan keterampilan jangka panjang atau kurangnya lapangan kerja yang memadai di sektor-sektor tertentu.
- Pengukuran Dampak dan Data Transparansi: Metodologi pengukuran dampak program terhadap pengurangan pengangguran secara agregat masih menjadi perdebatan. Data mengenai penyerapan tenaga kerja pasca-pelatihan perlu lebih transparan dan terukur secara independen untuk memastikan akuntabilitas.
- Potensi Penyalahgunaan dan Moral Hazard: Beberapa kasus penipuan atau penyalahgunaan insentif telah terungkap, menunjukkan adanya celah dalam sistem verifikasi dan pengawasan. Selain itu, ada kekhawatiran mengenai moral hazard di mana insentif menjadi tujuan utama daripada pelatihan itu sendiri.
- Kesenjangan Digital: Meskipun berbasis digital, program ini masih menghadapi tantangan dalam menjangkau masyarakat di daerah terpencil atau mereka yang tidak memiliki akses memadai ke internet dan perangkat digital.
Arah Ke Depan: Memperkuat Pondasi, Membangun Masa Depan
Untuk memastikan Kartu Prakerja benar-benar menjadi instrumen efektif dalam mengurangi pengangguran dan meningkatkan kualitas SDM Indonesia, beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkan:
- Penguatan Kurasi dan Kualitas Pelatihan: Perlu ada mekanisme yang lebih ketat dalam seleksi mitra pelatihan, memastikan relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri, dan mendorong pelatihan yang mengarah pada sertifikasi kompetensi yang diakui.
- Sinergi dengan Industri dan Bursa Kerja: Program harus lebih erat terhubung dengan dunia industri untuk mengidentifikasi kebutuhan keterampilan yang spesifik dan memfasilitasi penempatan kerja bagi lulusan. Kolaborasi dengan bursa kerja dan perusahaan harus diperkuat.
- Pengukuran Dampak yang Robust: Metodologi evaluasi dampak harus diperkuat, termasuk pelacakan karir pasca-pelatihan yang lebih sistematis dan transparan untuk mengukur kontribusi riil terhadap penurunan angka pengangguran.
- Mitigasi Kesenjangan Digital: Pemerintah perlu berinvestasi lebih dalam infrastruktur digital dan menyediakan fasilitas akses bagi mereka yang tidak memiliki perangkat atau koneksi internet.
- Peningkatan Pengawasan dan Pencegahan Kecurangan: Sistem verifikasi dan pengawasan harus diperketat untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan insentif benar-benar digunakan sesuai peruntukannya.
Kesimpulan
Kebijakan Kartu Prakerja adalah inisiatif yang berani dan inovatif dalam merespons tantangan ketenagakerjaan di Indonesia. Ia telah berhasil menjangkau jutaan orang dan memberikan secercah harapan melalui peningkatan keterampilan dan dukungan ekonomi. Namun, seperti halnya setiap kebijakan besar, ia juga menghadapi tantangan dalam hal kualitas, efektivitas jangka panjang, dan integritas pelaksanaannya.
Untuk benar-benar "merajut asa" dan membantu Indonesia "menembus batas" pengangguran, Kartu Prakerja harus terus dievaluasi, disempurnakan, dan diadaptasi. Dengan perbaikan berkelanjutan pada kualitas pelatihan, transparansi data, dan sinergi yang lebih kuat dengan pasar kerja, program ini berpotensi menjadi pilar penting dalam membangun tenaga kerja Indonesia yang lebih kompetitif dan berdaya saing di masa depan.