Berita  

Situasi terkini konflik di kawasan Asia Tengah

Jantung Eurasia yang Bergetar: Membedah Dinamika Konflik Kontemporer di Asia Tengah

Asia Tengah, sebuah wilayah strategis yang menjadi persimpangan peradaban, jalur perdagangan kuno, dan kaya akan sumber daya alam, kini tengah menjadi titik fokus berbagai ketegangan. Alih-alih satu konflik tunggal, kawasan yang dihuni oleh lima negara pasca-Soviet – Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan – menghadapi jalinan kompleks ancaman internal dan eksternal yang terus menguji stabilitasnya.

Bayangan Afghanistan yang Tak Mereda

Kejatuhan pemerintahan Afghanistan ke tangan Taliban pada Agustus 2021 menjadi pemicu utama kekhawatiran di seluruh Asia Tengah. Negara-negara tetangga Afghanistan, terutama Tajikistan, Uzbekistan, dan Turkmenistan, menghadapi risiko spillover keamanan. Ancaman yang paling nyata adalah:

  1. Terorisme dan Radikalisasi: Kelompok-kelompok teroris seperti ISIS-Khorasan (ISIS-K), Gerakan Islam Uzbekistan (IMU), dan Partai Islam Turkistan Timur (ETIM) masih aktif di Afghanistan. Ada kekhawatiran bahwa mereka dapat menggunakan wilayah Afghanistan sebagai basis untuk melancarkan serangan lintas batas atau menginspirasi radikalisasi di dalam negeri Asia Tengah.
  2. Perdagangan Narkoba: Afghanistan adalah produsen opium terbesar di dunia. Ketidakstabilan dan kurangnya kontrol di perbatasan dapat memperburuk penyelundupan narkoba, yang tidak hanya mengalirkan dana ke kelompok teroris tetapi juga merusak tatanan sosial di negara-negara transit.
  3. Arus Pengungsi: Meskipun belum terjadi eksodus massal, potensi gelombang pengungsi dari Afghanistan selalu menjadi kekhawatiran, terutama bagi Tajikistan yang memiliki perbatasan terpanjang dan paling rentan.

Meskipun Taliban berulang kali menjamin keamanan perbatasan dan janji tidak akan membiarkan wilayah Afghanistan digunakan untuk menyerang negara lain, janji-janji ini belum sepenuhnya meyakinkan negara-negara Asia Tengah yang tetap meningkatkan kewaspadaan militer mereka.

Sengketa Perbatasan yang Berdarah: Kasus Kyrgyzstan-Tajikistan

Salah satu konflik paling menonjol dan berulang di kawasan ini adalah sengketa perbatasan antara Kyrgyzstan dan Tajikistan. Perbatasan sepanjang 970 kilometer yang sebagian besar tidak jelas, warisan dari era Soviet, menjadi pemicu bentrokan mematikan yang seringkali melibatkan penggunaan artileri berat dan tank.

Penyebab utama konflik ini meliputi:

  • Pembagian Sumber Daya Air: Akses terhadap air irigasi menjadi perebutan sengit, terutama di wilayah lembah Ferghana yang padat penduduk.
  • Akses Lahan dan Padang Rumput: Klaim atas lahan pertanian dan padang rumput memicu ketegangan antar komunitas di perbatasan.
  • Enklave Etnis: Adanya kantong-kantong etnis yang saling silang di wilayah perbatasan memperumit upaya demarkasi.

Bentrokan besar terakhir pada September 2022 menyebabkan puluhan korban jiwa dan ribuan orang mengungsi. Meskipun ada upaya mediasi dan pertemuan tingkat tinggi, solusi jangka panjang masih sulit dicapai karena kurangnya kemajuan signifikan dalam demarkasi dan delimitasi perbatasan.

Persaingan Geopolitik Kekuatan Besar

Asia Tengah bukan hanya arena konflik internal, tetapi juga medan perebutan pengaruh bagi kekuatan-kekuatan global dan regional:

  1. Rusia: Secara tradisional merupakan hegemon keamanan dan ekonomi di kawasan melalui Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) dan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU). Namun, invasi Rusia ke Ukraina telah mengalihkan fokus dan sumber dayanya, berpotensi mengurangi kapasitasnya untuk memproyeksikan kekuatan di Asia Tengah, dan menyebabkan negara-negara di kawasan mencari mitra lain.
  2. Tiongkok: Menjadi pemain ekonomi dominan melalui inisiatif "Belt and Road" (BRI), membangun infrastruktur vital, memberikan pinjaman, dan mengamankan pasokan energi. Tiongkok juga meningkatkan kerja sama keamanan bilateral dan multilateral melalui Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO), meskipun dengan pendekatan "non-intervensi" dalam urusan internal.
  3. Amerika Serikat dan Eropa: Meskipun peran mereka menurun pasca-penarikan dari Afghanistan, AS dan Eropa masih berupaya menjaga stabilitas, mempromosikan tata kelola yang baik, dan mendiversifikasi rute energi.
  4. Turki dan Iran: Turki meningkatkan pengaruh budaya dan ekonomi melalui Dewan Organisasi Negara-negara Turk (OTS), sementara Iran memiliki ikatan sejarah dan budaya, serta kepentingan dalam koridor transportasi energi.

Persaingan ini, meskipun dapat membawa peluang investasi, juga dapat memperumit penyelesaian konflik internal dan memaksa negara-negara Asia Tengah untuk menyeimbangkan hubungan mereka agar tidak terjebak dalam kepentingan adidaya.

Tantangan Internal dan Kerentanan Sosial-Ekonomi

Di luar konflik perbatasan dan pengaruh eksternal, negara-negara Asia Tengah menghadapi kerentanan internal yang dapat memicu gejolak:

  1. Pemerintahan Otoriter: Sebagian besar negara di kawasan ini diperintah oleh rezim otoriter yang menekan perbedaan pendapat politik dan membatasi kebebasan sipil. Hal ini dapat memicu ketidakpuasan yang terpendam, seperti yang terlihat dalam kerusuhan di Kazakhstan pada Januari 2022 atau protes di Karakalpakstan, Uzbekistan.
  2. Masalah Sosial-Ekonomi: Tingkat pengangguran yang tinggi (terutama di kalangan pemuda), kemiskinan, korupsi endemik, dan kesenjangan ekonomi yang lebar menjadi lahan subur bagi ketidakstabilan.
  3. Kelangkaan Air: Perubahan iklim memperburuk kelangkaan air, terutama di negara-negara hilir seperti Uzbekistan dan Kazakhstan, yang bergantung pada sungai yang berhulu di Kyrgyzstan dan Tajikistan. Ini adalah sumber ketegangan yang mendasari dan bisa memicu konflik di masa depan.

Melihat ke Depan: Stabilitas yang Rapuh

Situasi konflik di Asia Tengah saat ini dicirikan oleh kompleksitas dan interkoneksi. Tidak ada satu pun solusi cepat, dan stabilitas kawasan tetap rapuh. Masa depan Asia Tengah akan sangat bergantung pada:

  • Kemampuan Regional untuk Berkolaborasi: Negara-negara di kawasan perlu meningkatkan kerja sama dalam pengelolaan perbatasan, sumber daya air, dan keamanan.
  • Tata Kelola yang Lebih Baik: Reformasi internal, peningkatan transparansi, dan penanganan masalah sosial-ekonomi akan sangat penting untuk mengurangi ketidakpuasan dan mencegah radikalisasi.
  • Keseimbangan Geopolitik: Kemampuan negara-negara Asia Tengah untuk menavigasi persaingan kekuatan besar tanpa menjadi proksi, sambil tetap mengamankan investasi dan dukungan keamanan.

Asia Tengah, dengan lokasi geografisnya yang vital dan tantangan yang beragam, akan terus menjadi "jantung Eurasia yang bergetar" – sebuah kawasan yang terus-menerus beradaptasi dengan dinamika internal dan eksternal, mencari keseimbangan antara potensi konflik dan kebutuhan akan stabilitas jangka panjang.

Exit mobile version